Pagi ini (15 Juni 2024) saya mendapatkan
kabar duka yang amat mendalam, yaitu kepergian seorang Sahabat yang begitu berpengaruh
dalam dunia aktifis nasional sejak tahun 1990-an. Namanya adalah Kang Eman
Hermawan (alumni Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), tokoh utama
dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Sahabat bagi Pergerakaan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII)
Saya mengenalnya
sejak kuliah di Yogyakarta pada tahun 1996. Dia menjadi instruktur kami saat
menjalani Latihan Kader Dasar di salah satu desa di Yogyakarta. Salah satu
kesan yang paling diingat adalah Kang Eman selalu ceria dan memiliki konsep di
dalam pergerakan yang dia perjuangkan.
Sebagai anak kampung
dari Aceh, tentu apa yang dia sajikan saat pelatihan tersebut akan menjadi bekal
kami dalam memahami dunia gerakan sosial, kebudayaan, dan politik di Indonesia.
Kang Eman adalah
sosok yang begitu digandrungi oleh para Sahabat di Nusantara. Dia selalu
berkeliling ke pelosok Nusantara untuk memberikan berbagai pelatihan. Gaya ketawanya
yang khas, membuat pesertai pelatihan, tidak pernah bosan, kalau Kang Eman
menjadi instruktur mereka.
Sosok aktifis era
1990-an adalah generasi yang benar-benar memperjuangkan konsep-konsep yang
diyakini akan membawa perubahan kepada masyarakat. Sekarang mereka berada, baik
di dalam maupun diluar kekuasaan, dengan kapasitasnya masing-masing.
Kang Eman berada
dalam gerbong gerakan sosial politik di republik ini. Dia terlibat dalam PMII
dan PKB. Keakfitannya dalam LSM pun tidak dapat dikesampingkan. Beberapa LSM
terkemuka di Indonesia, yang memperjuangkan isu-isu sosial dan kemanusiaan,
tentu tidak mungkin, tidak mengenal sosok Kang Eman.
Saya berjumpa kembali
dengan Kang Eman, ketika dia mengunjungi kediaman saya di Kuala Lumpur pada
tahun 2011. Saat itu, beberapa aktifis menginap di kediaman saya. Kang Eman
datang dalam satu agenda bersama para sahabatnya.
Dia banyak bercerita
situasi politik negeri. Bagaimana merawat kebhinnekaan di Nusantara. Sangat
perhatian dengan generasi baru yang peduli dalam masalah bangsa. Dia juga selalu
bercerita tentang berbagai agenda kerakyatan yang sedang menjadi fokus gerakan politiknya
saat itu.
Hampir 1 minggu
bersama Kang Eman. Inilah reuni saya bersama Kang Eman, sosok yang pernah hadir
dalam perjalanan kehidupan saya di republik ini. Dia juga bercerita ketika
membantu beberapa tokoh nasional. Semua dilakukan bukan dengan mengejar materi.
Gaya bercandanya
yang khas, membuat saya tidak melihat ada perubahan yang signifikan dari sosok
Kang Eman. Dia selalu periang dan memberikan celotehan khasnya kepada siapapun,
baik yang baru dikenal maupun yang sudah lama akrab dengannya.
Kehidupannya yang
sederhana. Tidak pernah mengejar pamrih politik, ketika sedang berjuang. Dia
bersama sahabat dari pergerakan di Yogyakarta, terus melakukan berbagai agenda
untuk kedamaian di Nusantara.
Saat ini, ketika
kepergiaannya yang terlalu cepat, tentu meninggalkan kesan yang amat mendalam
bagi para sahabatnya di pelosok Nusantara. Tentu dalam kedukaan ini, saya
berharap, legasi Kang Eman akan dikenang selalu oleh para penerus
gagasan-gagasan besarnya.
Kang Eman telah
banyak berjasa dalam hal perjuangan keseteraan jender di republik. Ketika isu
ini masih sangat awam di tahun-tahun 1990-an, dia berkeliling ke seluruh
Nusantara, untuk membumikan konsep-konsep keseteraan jender. Saat itu,
meyakinkan suatu konsep yang baru bagi masyarakat, memerlukan waktu yang tidak
lama. Kesabaran dan keuletan untuk pantang menyerah adalah pra syarat utama.
Di samping itu, Kang
Eman juga terlibat dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Peran strategisnya
tentu akan diingat secara melekat oleh anggota partai ini. Bagaimanapun sejarah
awal PKB di Jakarta, tidak lengkap untuk dinarasikan, tanpa memasukkan sosok
Kang Eman di dalamnya.
Begitu pula kalangan
para Sahabat PMII di Nusantara, sosok dan jasa Kang Eman tidak akan dapat
dilupakan begitu saja. Dia selalu hadir setiap ada undangan dari Sahabat yang
melakukan berbagai pelatihan. Bahkan, Kang Eman rela berbaur dengan juniornya,
untuk menikmati musik dangdut.
Ketika malam
terakhir LKD, maka semua senior dan junior akan membaur untuk menikmati music dangdut.
Bahkan kami bersama-sama Kang Eman menikmati masuk Gambus Al-Jam’aih IAIN Sunan
Kalijaga, pada era 1990-an akhir. Dia pantang mendengar musik.
Kepiawaannya di
dalam bernyanyi cukup membuat kami bergitu bersemangat, jika diajak untuk
bernyanyi bersama Kang Eman. Beberapa hari ketika Kang Eman di Kuala Lumpur,
kami menghabiskan waktu bersama untuk menemani Kang Eman bernyanyi di salah
satu sudut kota Kuala Lumpur.
Demikian pula, perjalanan
spiritual dan kebatinan Kang Eman juga tidak dapat dianggap enteng. Dia
menceritakan bagaimana perihal perjalanan spiritualnya hingga menjadikannya
sebagai sosok yang sangat sederhana. Jauh dari materi yang berlimpah. Namun,
dia selalu diundang kemanapun, karena orang-orang merindui sosok Kang Eman.
Semua cerita di atas
menjadi kenangan manis bagi saya. Walaupun saya sudah lama tinggal di Banda Aceh,
kami tetap berkomunikasi. Dia selalu menanyakan keadaan kami dan keluarga di
Banda Aceh. Pertemuan saya dengan Kang Eman, mulai di Yogyakarta, Kuala Lumpur,
Riyadh, dan Banda Aceh, tentu memiliki makna tersendiri dalam persahabatan saya
dengan Kang Eman.
Sekarang Kang Eman
sudah bisa beristirahat dengan tenang. Secungkil kenangan tentu tidak dapat mengobati
rasa kesedihan atas kepergiaan Kang Eman yang begitu cepat.
Selamat Jalan Kang
Eman!
Al Fatihah