Saya
kemudian mengajak istri menginap saja di kota Pati untuk beristirahat. Namun,
dia bersikukuh untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Bagi saya istirahat
adalah hal yang paling penting, di dalam perjalanan jarak jauh. Apalagi kami
menempuh perjalanan yang lumayan jauh, yaitu dari Padang ke Pati. Sambil
menunggu bus, saya sempat ngobrol dengan supir bus yang mengantarkan kami ke
Pati. Oleh kru bus, dia juga turun bersama kami. Sambil menemani kami minum
kopi di salah satu warung. Dia mengawali pembicaraan yang cukup menyentuh saya,
yaitu kalau bukan karena anaknya yang sedang kuliah di perguruan tinggi,
mungkin dia akan berhenti jadi supir bus. Sudah hampir 3 dekade lebih dia
menjadi supir. Jadi, dia sangat paham semua jalur yang ada di Pulau Jawa dan
Sumatera.
Dia
adalah warga Pati. Sambil nyerumput kopi, dia katanya sedang menunggu jemputan
dari istri. Setelah dua hari istirahat, dia akan berangkat lagi menuju ke
Sumatera. Begitulah rutinitas kehidupannya sebagai supir bis. Ketika kami asyik
bercanda, tiba-tiba ada seorang wanita yang mengampiri dia. Sambil
tersenyum-senyum, dia menyerahkan uang lima puluh ribu ke wanita tersebut.
Beberapa bus yang masuk tidak semua sesuai dengan selera kami. Lalu supir ini
mengatakan kalau wanita ini adalah petugas loket Bus Sabar Subur. Busnya akan
sampai pada jam 16 sore. Kami akhirnya membeli tiket pada wanita ini, untuk
menuju ke Surabaya.
Bus-bus
mulai masuk untuk perjalanan jarak jauh di terminal ini menjelang jam 4 sore.
Kami diberitahukan bahwa bus kami akan masuk pada jam 16:30. Istri saya pun
bersemangat, karena tidak akan naik bus seperti yang kami lalui dari Merak ke
Pati. Begitu bus sampai di terminal, kami langsung diarahkan oleh kru bus untuk
naik. Busnya lumayan bersih dan penumpangnya tidak terlalu banyak. Kami kembali
bersemangat, bahwa sekitar jam 12 malam akan sampai di kota Surabaya. Bus
berangkat dengan penumpang seadanya. Biasanya mereka akan menaikkan penumpang
jika ditemukan di sepanjang jalan yang dilalui.
Istri
saya sama sekali tidak pernah naik bus Jawa. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
kalau naik bus di Pulau Jawa, khususnya untuk PO tertentu, jantung harus
siap-siap. Sebab selain kecepatan yang super, juga cara mengemudi supir yang
terkadang sangat membahayakan penumpang. Malam itu, bus yang kami naiki persis
apa saya bayangkan. Istri saya kemudian sangat syok. Dia hampir teriak. Namun
saya tenangkan, supaya tidak mengundang masalah dengan kru bus. Saya berpikir
supaya sampai di kota Surabaya pada malam itu dengan selamat.
Bus
Sabar Subur memang super kencang. Dia menyalip berbagai kendaraan di depannya.
Kemudian terkadang busnya seperti melayang di atas aspal. Begitulah keadaan
kami di dalam bus. Ketegangan ini dipicu dengan suasana musiki dangdut
Koplo-Jawa. Bagi warga Jawa, kondisi ini tidak mengejutkan mereka sama sekali.
Sebab beginilah cara mengemudi bus oleh sebagian supir bus di Pulau Jawa,
terlebih lagi yang menuju dari/ke Surabaya. Perjalanan 5 jam ini lebih terasa
ketegangannya, dibandingkan dengan perjalanan kami naik bus yang mencapai 5
hari sebelumnya (Surabaya-Medan). Kami benar-benar bukan menikmati perjalanan,
melainkan membayangkan apa yang akan terjadi pada kami, jika terjadi sesuatu
yang tidak pernah dibayangkan.
Saya
kemudian meminta istri untuk mencari tempat penginapan kami pada malam itu.
Tidak berapa lama, penginapan ditemukan. Begitu bus masuk kota Surabaya dan
mendekati terminal Purabaya atau Bungurasih, saya meminta bus berhenti untuk
menurunkan kami. Sebab, lokasi penginapan kami tidak jauh dari terminal bus.
Lalu kami memesan taksi online dan sampai di penginapan sudah jam 12:30. Begitu
sampai ke penginapan kami pun langsung istirahat. Namun sebelumnya, saya
sempatkan memesan makan malam, sebab kelaparan melanda saya pada malam itu.
Akhirnya, kami terlelap menjelang jam 2 pagi.
Saya
memutuskan menginapa di kota Surabaya selama dua malam. Kami memerlukan
istirahat yang memadai, setelah melakukan perjalanan dari Banda Aceh ke
Surabaya. Keesokan harinya, oleh Bro. Rio, biker
di Surabaya, mengantarkan Nyak Ver ke penginapan kami. Akhirnya, setelah 3
minggu tidak berjumpa dengan Nyak Ver, dia datang dengan keadaan yang sangat
bugar. Setelah mengucapkan terima kasih
kepada Bro. Rio, saya kembali ke kamar. Kami mendiskusikan sesuatu yang
menyebabkan kami tidak jadi menuju Bali hingga ke Kupang.