Baru-baru ini dunia global dilanda kepanikan disebabkan kebijakan baru pemerintah Donald Trump terkait dengan kenaikan tarif barang yang diimpor ke negara Amerika Serikat. Kebijakan semakin memanas manakala perang dagang antara Amerika Serikat dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok atau Cina. Kebijakan penaikan harga pajak barang-barang dari Cina oleh pemerintah Amerika, langsung dibalas secara agresif Cina melalui penaikan yang sama mencapai 84 persen. Amerika Serikat secara sepihak telah menaikkan hingga 104 persen.
Tidak hanya itu, pemerintah Amerika Serikat juga telah menyesuaikan tarif barang impor terhadap beberapa negara dengan sangat bervariasi. Bahkan tetangga dekat Amerika Serikart, Kanada dan Meksiko sudah terlebih dahulu merasakan dampak dari kebijakan Trump tersebut. Namun, belakangan Trump melakukannya terhadap beberapa negara. Namun yang menarik bahwa pemerintah Amerika Serikat kali ini betul-betul sangat serius melakukan perang dagang ini terhadap Cina, hingga saat artikel ini disajikan mencapai 125 persen.
Pada prinsipnya, kegeraman Amerika Serikat terhadap pemerintah Cina dalam melakukan berbagai aktifitas perekonomian mereka telah lama menjadi perhatian para analis ekonomi dan keamanam di negara tersebut. Perilaku tidak jujur dari pemerintah Cina, menurut para pengamat, telah menciptakan situasi yang tidak fair. Harus diakui bahwa pemerintah Cina sebagai raksasa baru kekuatan ekonomi global tentu telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap strategi keseimbangan global yang diperankan oleh Amerika Serikat bersama aliansinya.
Karena itu, strategi Trump ini memang sudah lama ditunggu-tunggu oleh beberapa kalangan di dalam pemerintah Amerika Serikat, untuk menunjukkan kekuatan kebijakan ekonominya di hadapan pemerintah Cina. Dampak dari kebijakan ini tentu menyebabkan, diakui atau tidak, kemunculan kepanikan global. Karena dampaknya akan dirasakan secara global, tidak hanya terhadap negara-negara yang menjadi objek dari kebijakan Trump tersebut. Kepanikan global ini telah menyebabkan situasi yang tidak menentu, hingga pada gilirannya akan menyebabkan ketidakstabilan global.
Kecuali pemerintah Cina, beberapa negara yang terkenan tarif baru dari Trump, kendati masih โditundaโ pelaksanaan hingga 90 hari, telah memiliki inisiatif untuk melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah Amerika Serikat dalam bidang perdagangan. Mereka saat ini sudah menuju ke Washington DC untuk melakukan berbagai pertemuan dengan pihak pemerintah Amerika, untuk melakukan proses diplomasi perdagangan, yang kemudian mengurangi dampak yang dirasakan oleh akibat dari kebijakan Trump ini.
Inilah yang kemudian menciptakan global disorder, dimana secara geopolitik telah menciptka tensi baru dalam bidang ekonomi, yang sedikit banyak berpengaruh pada tatanan global. Pada prinsipnya, suatu negara dipandang adi daya, jika mereka kuat dan memiliki pengaruh secara militer, ekonomi, dan politik. Ketika suatu negara mampu menguasai ketiga hal tersebut, maka dia akan menjadi pemain yang sangat disegani.
Dalam 3 dekade, Cina menjadi pemain baru dalam situasi global order. Banyak yang memandang bahwa peningkatan ekonomi Cina telah mampu menyaingi kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat. Adagium yang mengtakan dari made in China to invest by China menjadi ancaman nyata bahwa Cina menjadi musuh baru bagi Amerika Serikat di Asia Timur.
Ketika tatanan global lebih banyak diatur dan disesuaikan dengan keinginan Amerika Serikat sejak paska-perang dunia kedua, musuh negara ini awalnya adalah Uni Sovyet, yang kemudian runtuh paska perang dingin. Setelah itu, Amerika Serikat menerapkan kebijakan globalnya di Timur Tengah, hingga melakukan proses apa yang dikenal dengan pola dari โdiplomasi wortelโ ke โdiplomasi tongkat.โ Bagi yang mau bergabung dengan kebijakan Amerika, maka akan diberikan โwortelโ, sementara bagi yang sebaliknya akan disuguhkan โtongkatโ yang cukup keras untuk menjadi negara-negara targetnya luluh lantak.
Namun kemunculan Cina yang kemudian dikenal sebagai kebangkitan Chinese Order menciptakan ketidakstabilan baru secara global. Amerika Serikat merasa terancam dengan kemunculan pemain baru, kendati jasa besar Amerika Serikat juga sangat signifikan dalam membantu perekonomian Cina pada awalnya. Hampir 5 tahun terakhir saya mengamati salah satu majalah terkemuka Amerika Serikat yaitu Foreign Affairs yang selalu memuat analisa terkini mengenai geo-politik Amerika, selalu menempatkan Cina sebagai target kajian yang perlu diawasi dalam bentuk jangka panjang.
Beberapa pemimpin sebelumnya memang tidak setegas Trump. Mereka masih menganggap bahwa selain sebagai musuh, Cina juga sebagai karib dalam bidang ekonomi. Perdagangan antara kedua negara ini pun sangat baik, kendati Cina tetap dituduh tidak jujur dalam melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dengan Amerika Serikat. Bahkan tuduhan Cina mencuri berbagai temuan teknologi Amerika Serikat, selalu menghiasi berbagai analisa dari pengamat keamanan dan ekonomi di Amerika Serikat. Hal ini belum lagi kemunculan berbagai aplikasi buatan Cina yang telah menyebabkan masalah sosial di dalam kehidupan keluarga di Amerika Serikat.
Pada saat yang sama, untuk menaikkan kekuatan Chinese Order, pemerintah Cina secara agresif melebarkan pengaruhnya tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di beberapa benuan lainnya, seperti Eropa, Afrika, dan Asia Pasifik. Ketergantungan terhadap pemerintah Cina diciptakan melalui berbagai strategi investasi yang dilakukan oleh pemerintah ini. Ada beberapa negara yang merasakan dampak positif, walaupun tidak sedikit yang terjebak dengan hutang jangka panjang dengan pemerintah Cina. Beberapa negara bahkan tidak sanggup atau bangkrut, karena berhutang pada pemerintah Cina.
Oleh sebab itu, saya beranggapan bahwa perang dagang secara terbuka antara Amerika Serikat dan Cina adalah untuk memperkuat argument adanya kompetisi antara American Order vesus Chinese Order. Jika kebijakan 125 persen tarif ini terlaksana, maka bukan tidak mungkin tensi-tensi lain secara geopolitik akan bermunculan. Pada saat yang sama, Trump ingin menaikkan pendapatan negaranya melalui kebijakan baru ini. Di saat yang lain, aktifitas perdagangan kedua negara ini akan semakin tidak stabil, yang mengakibatkan hubungan diplomatik kedua negara ini tidak baik-baik saja.
Penargetan Cina kali ini menjadi hal yang cukup penting dalam menyisir kebijakan ekonomi pemerintahan Cina. Sebab, jika sasaran adalah Cina, maka dampak yang cukup signifikan juga akan terjadi pada semua mitra bisnis Cina, khususnya dari Asia. Negara-negara yang menjadi lahan investasi pemerintah Cina di Asia juga akan melakukan pemikiran ulang dengan kebijakan Trump tersebut.
Sebelum ditunda pelaksanaannya selama 90 hari, dimana semua masih pada 10 persen, terlihat beberapa negara di Asia Tenggara juga dinaikkan cukup signifikan, seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Tidak terkecuali juga dengan Asia Selatan, seperti Sri Langka. Adapun Indonesia berada di angka 32 persen.
Ketika negara-negara yang berdampak cukup signifikan melalukukan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat, maka kepentingan nasional Amerika Serikat akan menjadi terglobalisasi kembali. Persyaratan dalam diplomasi perdagangan ini, tentu akan mengunci pengaruh Cina secara signifikan. Dalam konteks ini, Cina masih belum mau melakukan proses negosiasi terhadap kebijakan 125 persen dari pemerintah Trump.
Karena itu, momentum kebijakan ini akan sangat berdampak pada skala global. Trump menyebutkan sebagai โLiberation Day.โ Saya menganggap bahwa eskalasi perang dagang ini akan menjadi babak baru untuk saling menyandera antara kepentingan pengaruh global Amerika Serikat versus Cina. Jika Cina secara massif dan defensif tidak mau mengikuti kebijakan pemerintah Trump tersebut, maka pengaruh global Cina sebagai pemain baru dalam tatanan global, akan juga berdampak. Sebab, pemerintah Cina sama sekali belum memiliki infrastruktur secara global untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pemerintah Trump saat ini