Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Politics

Memahami Strategi Memperlambat Kemenangan Musuh

Kenapa Amunisi dan Uang Sangat diperlukan, Ketimbang Semangat?

Prawacana

Salah satu strategi dalam peperangan adalah memperlama durasi perlawanan, supaya musuh mendapatkan situasi lambat akan mencapai kemenangan. Atau, situasi dimana melawan untuk memperlama untuk mencapai kekalahan.

Disini biasanya juga dilakukan dalam strategi diplomasi antar negara atau perusahanan. Biasanya, para negosiator akan terus melakukan berbagai pertemuan, sampai lawan lelah untuk meladeni. Kondisi bukan karena kalah, tetapi lelah sampai tidak sanggup lagi berdiplomasi.

Esai ini didasarkan pada beberapa cerita dan data yang saya dapatkan dari beberapa kalangan yang pernah terlibat dalam berbagai upaya pemilihan, peperangan, diplomasi, dan bisnis. Mereka sangat sabar untuk melakukan pertemuan sampai berulang kali, hingga musuh takluk, karena kelelahan atau kehabisan energi.

Pemilihan Ketua Ormas, Partai dan Presiden

Dalam kondisi ini, lawan akan berusaha untuk memperlama waktu pemilihan, karena dipandang musuh yang akan mencapai kemenangan. Ketika pemilihan ketua organisasi massa atau ketua partai, situasi ini paling lazim dilakukan, yaitu memperlama durasi proses pemilihan seorang ketua, supaya lawan tidak sanggup lagi mendanai kelompok yang mendukungnya.

Karena itu, upaya untuk memperlama atau memperlambat pemilihan, sengaja dilakukan, supaya amunisi atau dana sang musuh bisa terkuras habis. Setelah lawan takluk, karena tidak punya dana lagi, maka di saat itulah seluruh dukungan sang lawan, dibeli suara mereka, supaya mendukungnya kembali di hari pemilihan.

Sebagai contoh, jika ada dua kubu yang bertanding dalam pemilihan ketua ormas atau partai, maka masing-masing tim sukses akan menggalang dana sebanyak mungkin, untuk memobilisasi dukungan dari daerah.

Dana disiapkan untuk membelikan tiket pesawat, “menyiram” pengurus di tingkat kecamatan sampai provinsi, membayar biaya penginapan selama pertemuan, dan dana-dana taktis lainnya, untuk mendapatkan dukung hingga pada hari pemilihan.

Also Read  What are the main problems in implementing democracy in Aceh

Sang lawan juga melakukan hal yang sama. Amunisi disiapkan secara massif. Bahkan dana dibawa secara berkardus-kardus, untuk dibagikan kepada pendukung yang loyal. Biasanya ada yang bermain “dua kaki”, di mana dia menerima dari kelompok manapun, baik secara terbuka, maupun secara tertutup.

Karena itu, jika kedua pihak memiliki amunisi yang sama-sama kuat, maka strategi memperlama kemenangan dan kekalahan dilakukan. Karena jika setiap saat berubah, maka dana yang diperlukan juga akan bertambah.

Inilah strategi yang paling lazim dilakukan, supaya lawan kehabisan semangat dan amunisi. Namun, drama dari strategi ini terkadang tidak berlangsung lama, sebab tidak menutup kemungkinan, diplomasi di bawah meja dilakukan secara tertutup.

Dalam konteks ini, situasi yang sama sangat boleh jadi, akan terjadi pada pemilihan presiden, khususnya ketika sang lawan dipandang akan berpotensi untuk menang. Maka akan dicarikan berbagai strategi untuk memperlama durasi supaya lawan kehabisan kesabaran, materi, dan dukungan.

Strategi ini memang akan dilakukan jika lawan politik dipandang akan menjadi calon kuat untuk menempati posisi presiden. Dengan memperlama durasi untuk memilih, maka berbagai drama politik akan dimainkan, khususnya mereka yang berada dalam kekuasaan saat ini.

Karena itu, jika ada wacana penundaan pemilihan kepala pemerintahan di Indonesia, tampaknya strategi dijalankan sampai dengan calon yang akan menjadi lawan utama, terkalahkan di detik-detik menjelang muncul kesepakatan untuk menetapkan hari pemilihan.

Melalui strategi memperlama waktu atau menunda hari pemilihan, maka sang lawan akan kehabisan akal di dalam menyusun berbagai strategi, untuk tunduk ketika sudah didapatkan kesepakatan di antara para pemilik modal dalam proses pemilihan tersebut.

Jika satu proses pemilihan, seorang calon mengharuskan mempersiapkan dana yang mencapai trilyunan rupiah, maka semakin lama ditentukan hari pemilihan, akan semakin banyak pula dana yang harus dikeluarkan. Tentu saja, para pemilik modal yang berada di belakang calon-calon yang akan bertanding, akan memiliki kesusahan.

Also Read  Learning How to Survive As Military Retirees: Luhut Binsar Panjaitan's Experience

Dalam konteks ini, amunisi atau dana bagi sang calon tentu sudah disiapkan secara sistematis. Proses “cuci uang” dan “dana siluman” akan dilakukan berhati-hati. Sebab, masing-masing pemilik modal akan memakai berbagai strategi, supaya dana mereka tidak dianggap illegal.

Mereka yang memasok “amunisi” dari luar negeri pun, sebagai bagian untuk mendukung atau investasi jangka panjang, akan terus memantau, jika strategi memperlama untuk mencapai kemenangan atau memperlama untuk mencapai kekalahan.

Dari Medan Peperangan ke Meja Diplomasi

Ketika perang Amerika dengan Vietnam atau peperangan Amerika di Timur Tengah, perlawanan yang diberikan oleh para target pasukan Amerika, menurut ahli strategi, akan memperlambat Amerika untuk mencapai kemenangan.

Demikian pula, pasukan Amerika berusaha dihadang, guna untuk memperlambat kekalahan. Sehingga jumlah korban yang gugur di medan perang di pihak pasukan Amerika juga tidak sedikit, ini tidak termasuk anggaran perang yang digunakan untuk menaklukkan negara target.

Sementara itu, jika Amerika menundukkan lawan mereka dengan alat tempur, maka pemerintah Cina melakukannya melalui dana yang dikenal sebagai “From made in China to invested by China.” Negara-negara yang hancur karena filosofi Cina ini tunduk dan tidak berkutik, ketika mereka dalam kadar waktu tertentu, negara yang mereka investasikan, tidak sanggup membayar kembali ke pemerintah Cina.

Saat ini, strategi “From made in China to invested by China” telah menghancurkan beberapa negara yang sudah masuk dalam jebakan “investasi” a la Cina. Kedua negara ini melakukan imperialisme. Hanya saja, Amerika mengirimkan rudal mereka, sedangkan Cina mengirimankan investasi mereka ke negara target.

Ketika TNI (Tentara Nasional Indonesia) melawan GAM, di medan pertempuran, yang terjadi adalah pihak GAM memperlama mencapai kekalahan mereka dan TNI diperlama untuk mencapai kemenangan. Strategi perang gerilya ini, telah menelan korban dari kedua pihak. Namun, pertempuran mereka berakhir di meja perundingan Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Also Read  Makna 77 Tahun Indonesia Merdeka Bagi Rakyat Aceh

Perang di Aceh, anggaran dari Jakarta, diselesaikan di Helsinki. Begitulah akibat dari strategi model memperlama untuk mencapai kemenangan dan memperlamat untuk berada di dalam posisi kalah. Mereka yang bertempur di medan peperangan tidak ada yang mendapatkan kemenang dan berada di dalam posisi kalah.

Namun, strategi mengirimkan “rupiah” ke Aceh persis seperti apa yang dilakukan oleh Cina. Dana trilyunan rupiah yang mengalir ke Aceh sama sekali tidak membuat Aceh mendapatkan kemenangan hakiki di dalam melakukan pembangunan. Kondisi ini menyiratkan semakin banyak dana yang dikucurkan ke Aceh, semakin terpuruk pula keadaan provinsi Aceh.

Kesimpulan

Strategi model ini memang strategi jitu untuk menaklukkan suatu daerah atau negara. Jika yang dikirimkan senjata dan peluru, maka akan terjadi proses memperlama kemenangan dan memperlambat kekalahan. Sebaliknya, jika yang dikirimkan uang, maka sangat boleh jadi, musuh akan dapat ditaklukkan seperti menangkap tikur dalam lumbung padi. Dia mati dalam keadaan kekenyangan, bukan kelaparan.

Kamaruzzaman Bustamam Ahmad

Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA) has followed his curiosity throughout life, which has carried him into the fields of Sociology of Anthropology of Religion in Southeast Asia, Islamic Studies, Sufism, Cosmology, and Security, Geostrategy, Terrorism, and Geopolitics. KBA is the author of over 30 books and 50 academic and professional journal articles and book chapters. His academic training is in social anthropology at La Trobe University, Islamic Political Science at the University of Malaya, and Islamic Legal Studies at UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. He received many fellowships: Asian Public Intellectual (The Nippon Foundation), IVLP (American Government), Young Muslim Intellectual (Japan Foundation), and Islamic Studies from Within (Rockefeller Foundation). He is based in Banda Aceh and can be reached at ceninnets@yahoo.com.au

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button