Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Opinion

Memaknai Hakikat Kematian

Science of Death

Pendahuluan

Esai ini direncanakan tentang Ilmu mengenai Kematian (Science of Death). Gagasan penulisan ini sudah lama diinginkan, sebab setiap saya melihat mayat yang diturunkan ke dalam liang lahat, selalu mengajak rasa saya untuk mendalami apa dan bagaimana tentang kematian. Sering nasihat yang disampaikan saat ada kematian, bahwa mati itu merupakan pelajaran terakhir bagi manusia, khususnya bagi umat Islam. Kalau mati, tidak membuat perubahan pada perilaku kehidupan di dunia, maka tidak ada lagi pelajaran di dunia, selain kematian itu sendiri.

Peristiwa Kematian

Untuk itu, hasrat untuk menulis tentang ilmu kematian semakin tinggi, khususnya ketika beberapa peristiwa kematian yang saya alami. Dalam hal ini, tidak ada kemampuan bagi manusia untuk bisa tahu kapan kematian itu akan menjemputnya. Karena itu, dalam studi ini bukan ingin mengetahui tentang kapan kematian itu hadir, melainkan mencoba memahami apa saja yang perlu diketahui tentang kematian.

Adapun peristiwa yang dimaksudkan adalah setiap memulai perkuliahan semester untuk mata kuliah tentang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, saya selalu menanyakan kepada mahasiswa saya, siapa saja di antara mereka yang pernah mengalami mimpi tentang kematian. Beberapa tahun pertanyaan ini selalu saya ajukan. Setiap diajukan pertanyaan ini, selalu ada satu atau dua mahasiswa yang pernah mengalami kematian.

Biasanya, mereka menyembunyikan mimpi tersebut, namun ketika ditanyakan, hamper semua dari mereka mengatakan bahwa, baru pertama kali mereka ditanyakan tentang perihal tersebut. Saya meminta mereka untuk menguraikan pengalaman kematian tersebut secara detail. Beberapa di antara mereka ada yang mampu menjelaskan bahwa kematian itu terjadi pada mereka. Siapa saja yang mereka jumpai saat mereka menuju ke alam roh. Tidak sedikit dari mereka yang berjumpa dengan orang-orang terkasih, misalnya orang tua atau kakek dan nenek.

Dari sini saya terus mencoba memahami bahwa pesan atau pengalaman kematian dalam mimpi tentu tidak akan terjadi sembarangan. Hal ini juga ditambah dengan pernyataan dari mereka yang juga setelah mengalami kematian melihat bagaimana alam lain. Tentu saja  pengalaman mimpi ini privat dan spesial. Karena itu, saya tidak ingin menggali lebih dalam lagi.

Also Read  Mengapa Pejabat dan Keluarga Pejabat Terjebak dalam Budaya Flexing (Pamer Harta)?

Namun demikian, ketika saya tanya apa yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Beberapa di antara mereka mengatakan mereka sangat takut. Namun, ada juga yang mengatakan tidak berimpak apa-apa. Namun ketika mendiskusikan tentang mengapa hanya dia yang mengalami pengalaman mimpi tentang kematian, lalu mereka menyadari bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan tanpa tujuan dalam perjalanan kehidupan mereka.

Dari peristiwa di atas, ingin digarisbawahi bahwa kematian sesuatu yang misteri, tetapi masih perlu dipahami dan dimengerti, sebab kematian merupakan pelajaran terakhir bagi manusia yang masih hidup di dunia ini. Pengalaman mimpi tentang kematian, tentu bukan saluran penting di dalam memahami peristiwa mati itu sendiri. Akan tetapi, narasi tentang pengalaman mimpi tentang kematian hampir semua seragam. Mayit melihat jasadnya. Dia bertemu dengan seseorang atau beberapa orang. Ada yang datang menghampirinya. Kemudian, peristiwa ini sangat jarang diutarakan oleh sang pemimpi kepada orang lain.

Fenomena Kematian

Para sarjana, mencoba memahami fenomena kematian banyak menarik minat para ilmuwan, khususnya melihat peritiswa-peristiwa penting ketika ajal menjemput seseorang.[1] Definisi tentang kematian pun dikaji berikut dengan efeknya kepada tubuh manusia.[2] Demikian pula, tentang apa yang akan terjadi pada seseorang setelah kematiannya.[3] Semua studi ini tentu menunjukkan bahwa kematian telah menjadi satu disiplin keilmuan, yaitu ilmu tentang kematian (Science of Death).

Saya bukanlah  pakar tentang kematian.  Saya menulis studi ini murni karena ingin memahami  apa dan bagaimana kematian itu sendiri.  Beberapa sarjana mencari jawaban tentang misteri kematian. [4] Di Indonesia, beberapa buku tentang kematian juga sudah mulai ditulis oleh para sarjana.[5] Tampak bahwa  penulis sekaliber Komaruddin Hidayat dan Jalaluddin Rahmat ingin memberikan narasi kematian sebagai sesuatu yang tidak perlu ditakuti, melainkan sesuatu yang indah dan mulia.

Para sarjana mencoba mendekati kematian dari aspek kesehatan, psikologi,   teologis, dan kosmologi.  Tentu saja ada aspek lain yang ingin dituju, misalnya kematian dilihat dari aspek kebudayaan dalam masyarakat. Bahkan kematian juga dinarasikan dari aspek sejarah kemanusiaan. Tidak sedikit pula, kematian dilihat dari aspek hukuman yang harus diterima seseorang ketika dia berbuat kesalahan di dunia ini di hadapan ketentuan hukum yang diciptakan oleh manusia.[6]

Also Read  What is the Strategy for Solving Problems in Papua?

Karena itu, studi kematian tampaknya dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Ini menunjukkkan bahwa kajian ini semakin menarik, seiring dengan perkembangan teknologi manusia. Sebab, kemajuan teknologi manusia, selalu ingin merespon bagaimana manusia harus berhadapan dengan kematian. Apakah manusia dapat hidup lebih lama dan dapat bernegosiasi dengan kematian atau tidak.

Dalam Islam kematian adalah urusan Allah. Tidak ada manusia yang mampu untuk mengetahui kapan kematian akan sampai. Bahkan siapapun dan kapanpun manusia tersebut dapat dijemput ajalnya oleh maut.  Cerita kematian para wali juga menunjukkan bagaimana mereka mampu beradaptasi dengan kematian. Pengalaman kematian al-Hallaj adalah salah satu contoh. 

Bahkan logika penyebab kematian pun tidak berlaku secara universal.  Pengalaman Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api dapat menjadi ingatan bagi ummat Islam. Demikian pula, tidur panjang yang mencapai ratusan tahun tidak semata-tama akan menyebabkan kematian. Pengalaman Ashabul Kahfi adalah narasi historis yang tidak dapat dielakkan.  Pengalaman Nabi Muhammad SAW yang mengalami peritiswa kematian , masih ingat akan keberadaan ummat yang ditinggalkan adalah ingatan wajib bagi Muslim untuk memaknai apa harapan terakhir Rasulullah saat hendak dijemput ajalnya.

Sosok Malaikat Maut, yaitu Malaikat Izrail adalah pemisah antara kehidupan di dunia dan alam berikutnya (alam barzakh). Kedatangan dan tugasnya adalah hak. Tidak ada satupun manusia yang dapat mengelak daripada tamu yang mencabut nyawa manusia ini. Dalam agama Yahudi, perihal Malaikat Maut pun dikaji dan ditelaah.[7] Hal yang sama juga terjadi dalam studi kematian dalam agama Kristen.[8] Tampak bahwa pengalaman kematian oleh manusia menjadi hal penting dalam agama-agama semit dan juga agama-agama di bumi.[9]

Karena itu, studi ini tentu bukan ingin mengulas semua pandangan di atas, tetapi ingin menunjukkan bahwa kematian menjadi topik penting dalam persoalan keagamaan. Tentu saja, kajian ini akan menguraikan bagaimana ilmu kematian ini dapat dipahami sebagai suatu peristiwa yang alami, bukan untuk dijauhi atau dihindari. Untuk inilah studi ini dihadirkan untuk mempelajari tentang kematian.

Also Read  Nahdlatul Ulama (NU) in the Era of Soeharto and Jokowi: Do We Miss Gus Dur?

Studi kematian atau death studies  juga berusaha untuk mengupas tentang kehidupan setelah kematian. Para sarjana mengupas bagaimana kehidupan setelah kematian di beberapa kampus terkemuka di dunia.[10] Bahkan para sarjana juga mengkaji dan menguji kevalidan tentang konsep reinkarnasi manusia dalam beberapa ajaran agama tertentu.

 

[1] Rafaqat Rashid, “The Intersection between Science and Sunnī Theological and Legal Discourse in Defining Medical Death,” dalam Islam and Biomedicine, ed. oleh Afifi al-Akiti dan Aasim I. Padela, Philosophy and Medicine (Cham: Springer International Publishing, 2022), 223–41, https://doi.org/10.1007/978-3-030-53801-9_9.

[2] David DeGrazia, “The Definition of Death,” dalam The Stanford Encyclopedia of Philosophy, ed. oleh Edward N. Zalta, Summer 2021 (Metaphysics Research Lab, Stanford University, 2021), https://plato.stanford.edu/archives/sum2021/entries/death-definition/.

[3] Michio Kaku on Life After Death, Creationism and Scientific Evidence of Geological Time, 2012, https://www.youtube.com/watch?v=z-sBp4D9dMU.

[4] Thomas Nagel, “Death,” Noûs 4, no. 1 (1970): 73–80, https://doi.org/10.2307/2214297. Shelly Kagan, Death (Yale University Press, 2012). Elizabeth A. Murray, The Science of Death (Minneapolis: Twenty-First Century Books, 2010). Elisabeth Kübler-Ross, On Death and Dying (New York: Routledge, 1973), https://doi.org/10.4324/9780203010495.

[5] Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian (Bandung: Hikmah, 2008). Jalaluddin Rakhmat, Memaknai Kematian (Bandung: PT Mizan Publika, 2008).

[6]Hugo Adam Bedau, The Death Penalty in America (Oxford University Press, 1998).  Stuart Banner, The Death Penalty: An American History, The Death Penalty (Harvard University Press, 2003), https://doi.org/10.4159/9780674020511.

[7] Michael A. Fishbane, The Kiss of God: Spiritual and Mystical Death in Judaism (London: University of Washington Press, 1994).

[8] Søren Kierkegaard, Kierkegaard’s Writings, XIX, Volume 19: Sickness Unto Death: A Christian Psychological Exposition for Upbuilding and Awakening (Princeton: Princeton University Press, 2013).

[9] David R. Loy, Lack & Transcendence: The Problem of Death and Life in Psychotherapy, Existentialism, and Buddhism (Simon and Schuster, 2018). Carl B. Becker, Breaking the Circle: Death and the Afterlife in Buddhism (SIU Press, 1993).

[10] Is There Life after Death? Fifty Years of Research at UVA, 2017, https://www.youtube.com/watch?v=0AtTM9hgCDw. Is There Life After Death? moderated by John Cleese – 2018 Tom Tom Festival, 2018, https://www.youtube.com/watch?v=4RGizqsLumo.

Kamaruzzaman Bustamam Ahmad

Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA) has followed his curiosity throughout life, which has carried him into the fields of Sociology of Anthropology of Religion in Southeast Asia, Islamic Studies, Sufism, Cosmology, and Security, Geostrategy, Terrorism, and Geopolitics. KBA is the author of over 30 books and 50 academic and professional journal articles and book chapters. His academic training is in social anthropology at La Trobe University, Islamic Political Science at the University of Malaya, and Islamic Legal Studies at UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. He received many fellowships: Asian Public Intellectual (The Nippon Foundation), IVLP (American Government), Young Muslim Intellectual (Japan Foundation), and Islamic Studies from Within (Rockefeller Foundation). He is based in Banda Aceh and can be reached at ceninnets@yahoo.com.au

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button