Pendahuluan
Esai ini bertujuan untuk membahas arah pengaruh Indonesia dalam konteks geopolitik dan geostrategi. Harus diakui bahwa kedua istilah ini, sangat akrab di kalanga penstudi pertahan dan intelijen, khususnya mereka yang menekuni intelijen strategis. Bahkan, kalau kita berjumpa dengan para alumni Sekolah Komando TNI, hampir semua seragam cara melihat kontek keamanan nasional Indonesia, yaitu harus mempelajari geopolitik dan geostrategi untuk memperkuat jati diri bangsa Indonesia dalam pentas internasional. Konteks yang dimaksud adalah meletakkan kepentingan nasional bangsa Indonesia dalam tatanan internasional (International Order) atau dikenal dengan istilah tatanan dunia (World Order).
Bahkan dalam pemerintahan Prabowo, istilah ini semakin menguat, yang seakan-akan mimpi haluan pengaruh Indonesia secara global semakin dapat momentum yang tepat. Bahkan, semua mereka yang akan terlibat dalam pemerintahan Prabowo diberikan asupan vitamin tentang geostrategi dan geopolitik. Mereka mereka mendapatkan briefing awal untuk menyamakan persepsi bagaimana membangun kesadaran geopolitik dan geostrategi Indonesia di pentas global.
Tidak hanya itu, baru-baru ini sebelum Prabowo dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024, Universitas Pertahanan bersama Kemhan menyelenggarakan semacam pelatihan khusus untuk para pejabat, dimana selama 5 hari dalam beberapa gelombang, mereka diberikan berbagai materi geopolitik dan geostrategi, dari pakar internasional dan nasional. Kemudian mereka menyimak ‘pidato berapi-api’ dari Prabowo Subianto. Orasi Prabowo terkadang membuka pengalaman Indonesia dalam berdiplomasi dalam pentas global. Bagaimana Indonesia dimuka internasional.
Mimpi Indonesia Memperkuat Intelijen Strategis
Kalau Indonesia hendak membangun kekuatan baru di dunia, maka arah dan peta jalan Intelijen Strategis merupakan hal yang sangat urgenn untuk direformulasikan ulang. Era pemerintahan Jokowi, Indonesia lebih banyak memperkuat Intelijen Keamanan, sehingga di beberapa pos strategis, hampir semuanya diduduki oleh para polisi, untuk tidak mengatakan peran Intelijen Strategis memudar di era pemerintahan tersebut. Bahkan pimpinan BIN pun selama beberapa tahun dipimpin oleh seorang polisi. Operasi-operasi dinas intelijen Indonesia, lantas dapat dipahami untuk mengamankan keamanan nasional Indonesia. Masyarakat terbelah. Orientasi intelijen selama beberapa tahun terakhir lebih banyak mengarah untuk mengamankan rezim pemerintahan sebelumnya.
Sehingga dominasi polisi selama 5 tahun terakhir, pernah disampaikan oleh Dr. Salim Said, Indonesia sebagai NKRI (Negara Kepolisian Republik Indonesia). Sayup-sayup terdengar bahwa para jenderal, baik yang aktif maupun purnawirawan, tidak begitu tertarik dengan fenomena penguatan intelijen seperti ini. Mereka kadang mengeluh bahwa pola-pola intelijen strategis tidak begitu digunakan, sehingga beberapa kali, Indonesia kecolongan dari berbagai operasi intelijen, baik di dalam maupun di luar negeri, oleh pihak negara tertentu.
Proses pembelahan masyarakat dan diadu domba, baik di alam nyata maupun di alam maya, mempertegas asumsi bahwa intelijen keamanan lebih banyak dikedepankan, ketimbang intelijen strategis. Karena itu, ketika Prabowo terpilih, pola-pola penggunaan Intelijen Strategis dilaksanakan secara massif. Ilmu para jenderal di Sesko, Unhan, dan Lemhanas, dan Wantanas, sudah mulai dipraktikkan. Kajian-kajian strategis secara global pun sudah mulai didengunkan. Pola Prabowo menunjuk ‘jari telunjuk’ ke negara-negara tertentu, seakan-akan memperkuat asumsi bahwa Indonesia merupakan negara yang harus disegani oleh kawan maupun lawan.
Jika hal di atas adalah benar adanya, seperti semua pejabat harus diberikan asupan gizi pemahaman dan pengetahuan geopolitik dan geostrategi, maka Indonesia akan memulai babak baru dalam membangun sistem keamanan nasional dan memainkan perannya di pentas global dalam berbagai aspek. Kendati ini masih jauh dari kenyataan, maka Indonesia akan memainkan pola-pola baru intelijen strategis yang cukup terstruktur, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Indonesianization of Global Mind
Pertanyaannya adalah apakah mimpi di atas akan berhasil? Mimpi yang diharapkan dalam jangka panjang adalah Indonesianization of Global Mind (IGM). Ini adalah mimpin puncak dari Intelijen Strategis yang sangat diharapkan. Hampir semua negara adi daya memiliki dasar kebijakan untuk membangun pengaruhnya melalui Global Outlook, Global Scenario, dan Global Trend, bahkan Global Scenario. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki peta jalan ini yang menjadi dasar kuat dalam kebijakan strategis di semua lini untuk mencapai target puncak IGM.
Pemerintahan Cina melalui sistem intelijennya telah berhasil membangun infrastruktur intelijen mereka dalam menjalankan misi-misi global mereka. Mereka berhasil di Timur Tengah. Disayangi di Afrika Di tunggu di Asia Selatan. Memberikan pengaruh di Australia. Mengontrol Asia Tenggara. Menjadi saingan tetap bagi Amerika. Semua hal ini dijalankan melalui pola-pola intelijen strategis yang cukup massif. Berbagai kasus pembongkaran operasi intelijen strategi Tiongkok memperkuat indikasi bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah ini, masih jauh dari apa yang menjadi mimpin geostrategi dan geopolitik Indonesia.
Dengan kata lain, tingkat kebergantungan Indonesia pada negara-negara asing sangat memperihatinkan. Bahkan data penduduk Indonesia dengan sangat mudah dibuka dan dikontrol di negara tetangga (Singapura). Kedudukan dalam diplomasi ekonomi antara Indonesia dengan Malaysia, masih belum memperlihatkan muka Indonesia secara tegak dan kokoh. Belum lagi, pengaruh Indonesia di Timur Tengah masih tidak begitu signifikan dalam konteks berebut pengaruh dalam tatanan internasional atau tatanan dunia.
Jika Indonesia memainkan pola non-blok atau lebih tegasnya memakai pola Javanese Order (JO), belum begitu menghentak dinamika global. Kita pun dapat memprediksi bagaimana, misalnya, jumlah warga Indonesia, yang bisa melakukan berbagai hal yang luar biasa di luar negeri, untuk dapat mengamankan kepentingan nasional Indonesia. Kita juga harus mengakui bahwa Indonesia masih menjadi penyuplai tenaga kerja di beberapa negara. Indonesia bukan dikenal dengan kecakapan teknologi, pertahanan, dan kekuatan politik global yang amat diperhitungkan.
Indonesia belum berada pada posisi advance secara teknologi. Kekuatan Indonesia hanya sebagai user, jika bukan sebagai market. Potensi Indonesia tampaknya hanya pada persoalan jumlah penduduk yang selalu didengunkan oleh para pejabat dalam berbagai presentasi mereka. Tetapi tidak ada sebuah rekayasa sosial yang dibantu melalui intelijen strategis untuk menjadikan sebagai kekuatan baru di pentas global. Bahkan, Indonesia lebih terkesan menyengsarakan rakyatnya di dalam negeri, karena alasan ekonomi yang tidak memberikan dampak bagi rakyat kecil.
Utopia Baru di Indonesia?
Karena itu, mimpi baru Prabowo sebagai seorang panglima militer tertinggi saat ini menjadi semacam utopia baru di Indonesia, jika tidak disertai dengan langkah-langkah strategis yang nyata dan berdampak, baik secara nasional maupun internasional. 10 Tahun, pemerintahan Jokowi membangun Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. IKN dipindahkan ke Kalimantan. Tol laut dibangun. Pinjaman dengan negara asing semakin membengkak. Beberapa kebijakan strategis untuk melakukan diplomasi terukur dan tegas telah dilakukan dalam menaikkan nilai tawar Indonesia di mata internasional. Warisan pemerintahan Jokowi sebagai bagian dari semaian Javanese Order untuk menyandingkan Indonesia dengan negara-negara lainnya secara global.
Besar harapan 5 tahun depan, Pemerintahan Prabowo dapat meletakkan dasar-dasar kebijakan strategis untuk menaikkan citra Indonesia di mata internasional. Membicarakan geopolitik, geostrategis, dan bahkan geoekonomi adalah hal yang ilmiah yang menampakkan seseorang memiliki wawasan global (global outlook). Tetapi jika tidak dirumuskan dalam kebijakan strategis yang terukur dan dapat dirasakan perubahannya 5 tahun ke depan, maka ini hanya memperlihatkan bahwa kita tahu, tetapi tidak paham melaksanakannya di lapangan.
Ada satu falsafah dalam intelijen militer yaitu knowing your enemy adalah setengah dari kemenangan yang harus dicapai. Adapun setengahnya lagi adalah bagaimana menaklukkan musuh dengan senyuman. Intelijen strategis Tiongkok telah melaksanakan satu falsafah from made in China to invested by China. Amerika Serikat pun memiliki doktrin yang cukup kuat dalam mengembangkan Balancing Order. Karena itu, setiap gerakan kebijakan strategis Indonesia selalu dilihat dari perspektif how to win the heart for global security of American Interests di Indo-Pasifik.
Artinya, perspektf Intelijen Strategis menjadi hal penting dalam membangun mimpi-mimpi besar Prabowo. Kalau tidak, mimpi ini hanya utopia baru di Indonesia yang terkadang mengingatkan kita pada konsep B. Anderson tentang Imagined Communities di Indonesia. Karena itu, utopia baru ini harus segera dijadikan sebagai mimpi buruk bagi Indonesia, jika kita berhasil mengarahkan “jari telunjuk” ke arah musuh, ternyata mereka hanya membalas dengan “senyuman”, sambil melakukan beberapa “gelitikan” di perut kita.