Pada tanggal 5 Mei 2024, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry bekerja sama dengan AMAN (Asian Muslim Action Network) melaksanakan Webinar Internasional dalam rangkah menyambut inisiatif Muslims Talk, yang direncanakan beberapa seri. Adapun seri pertama ini mengambil tema tentang “Democracy, Diversity, and Dialogue.” Dalam Webinar Perdana ini, menghadirkan narasumber dari beberapa negara, yaitu: Prof. Imtiyaz Yusuf (kelahiran Tanzania, warga Inggris, berdomisili di Vietnam) bertindak sebagai Keynote Speaker, Dr. Abdul Aziz (Direktur BIIT, Bangladesh), Ms. Husnara Salim (Direktur MAFESA, India), dan Dr. Shamim Ahmad (Professor pada Fakultas Pemikiran Islam, NOU, Nepal). Acara ini dipandu oleh Dr. Qutub Kidwai (Sekretaris Jenderal AMAN Internasional). Webinar ini dibuka secara resmi oleh Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan sekaligus Presiden AMAN Intersional.
Program ini bertujuan untuk merespon berbagai masalah global yang dihadapi oleh umat Islam. Penindasan di Gaza dan perjalanan demokrasi di negara-negara Muslim menjadi catatan, bagaimana para pemikir atau aktifis Muslim global meresponnya. Karena itu, AMAN Internasional mengadakan acara ini untuk mengumpulkan berbagai gagasan atau ide untuk kelansungan perdamaian abadi secara global. Muslim Talks adalah program perdana AMAN Internasional, dibawah kepemimpinan Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad dan Dr. Qutub Kidwai.
Dalam kesempatan ini, Prof. KBA menuturkan bahwa tiga aspek terpenting di dalam memahami kondisi umat Islam secara global yaitu bagaimana membangun demokrasi yang berkelanjutan, mengakui keberbagaian, dan membina dialog dalam berbagai persoalan kemanusiaan. Prof. KBA juga mengajak para peserta untuk terus memperjuangkan ketiga hal ini, karena melalui hal tersebut, ummat Islam dapat bangkit kembali dari keterpurukan secara global saat ini.
Kesempatan pertama diberikan kepada Prof. Imtiyaz Yusuf dari Vietnam. Dalam Pidato Kuncinya, Prof. Imtiyaz memberikan pengalaman penting hubungan yang harmonis antara Islam dan Buddha. Sebagai pemikir Muslim yang pernah berdiam di Amerika Serikat, tinggal di beberapa negara, menguasai berbagai bahasa, Prof. Imtiyaz menjelaskan tentang bagaimana dialog yang semestinya dilakukan, karena dalam ajaran Islam, dialog sangat dianjurkan. Bagi Prof. Imtiyaz, dalam melakukan dialog antar agama, bukan melakukan dakwah atau mengajak penganut agama lainnya untuk memeluk agama tertentu.
Dalam kesempatannya Dr. Imtiyaz Yusuf memaparkan materinya terkait dialog antar agama dengan perbandingan antara agama Islam dan Budha. Dalam pemaparannya beliau mengambil beberapa kesimpulan bahwa agama bisa menjadi sumber konflik, tetapi juga penyembuhan dan kerja sama, bahwa dialog antaragama dapat membantu mengatasi kesalahpahaman, konflik dan perang. Dialog antaragama ini bertujuan membangun jembatan menuju akomodasi, penghormatan terhadap keberagaman agama, hak asasi manusia, dan demografi dan dialog antaragama memberi kesempatan untuk menggali lebih dalam kearifan tradisi agama kita sendiri,
Namun hambatan dalam melakukan dialog bisa berasal dari pihak yang menentang kerja sama antaragama dan upaya perdamaian di wilayah konflik. Oleh karena itu, dialog antar agama, baik bilateral maupun multilateral, merupakan cara penting untuk membangun pemahaman dan saling pengertian. Dialog antar agama harus terjadi di berbagai tingkatan, dari Lembaga pemerintahan hingga Lembaga keagamaan, maka dialog antar agama harus menjadi kegiatan rutin agar konflik bisa dicegah sebelum terjadi. Dialog juga bisa dilakukan pascakonflik dan perang untuk membangun kembali rekonsiliasi. Poin penutup dari pemaparan yang disampaikan oleh Dr. Imtiyaz Yusuf bahwa dalam membangun perdamaian membutuhkan pemahaman, baik itu pemahaman terhadap factor-faktor sosial, psikologis, maupun politik. Dalam membangun haroni antaragama harus didukung ooleh kemauan politik dan tekad untuk mengakhiri konflik, serta orang yang berdialog antaragam harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang tradisi agama mereka sendiri dan harus mau belajar dan mengakui kekayaan tradisi agama lain. Hanya dengan demikian mereka dapat melawan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang mendorong intoleransi beragama.
Sementara kesempatan kedua diisi oleh Dr. Abdul Aziz dari BIIT Bangladesh. Dalam sesinya, Dr. Aziz mengambarkan bagaimana dinamika gerakan pemikiran Islam yang terjadi di negara Bangladesh. Dia menjelaskan secara komprehensif berbagai aliran pemikiran yang hidup di negara ini dalam berbagai bidang pemikiran. Cakupan keberbagaian pemikiran dan gerakan Islam di negara ini telah memperlihatkan bagaimana hubungan lintas gerakan keagamaan di Bangladesh selama satu dekade terakhir. Para peserta benar-benar menikmati bagaimana Dr. Aziz menggambarkan bahwa dialog dan harmoni dalam gerakan Islam di Bangladesh dapat berjalan, kendati di sana sini, masih ada hal-hal yang perlu dibenahi.
Menurutnya bahwa pentingnya dialog dan pemahaman ini tidak hanya terbatas pada antaragama tetapi juga intra-agama, ini bisa tercermin dalam isu yang terjadi di Banglades. Muslim di Bangladesh terbagi ke beberapa komunitas, antara lain Sunni, Hanafi, Ahl Hadith, Salafi/Madkhali, Wahabism, Tabligi, Deobandis, Barelvi, Quraniyyun/Quranist, Shi’ism, Tarika’sm, Majarbad, Pir-Muridi, Ahmadiya Islmia Jammat (Kadiyani), Baha’ism, dan Maizbhandari.
Dr. Aziz mengatakan bahwa dengan terbaginya berbagai komunitas dalam sebuah agama ini akan menimbulkan dampak lanjutan baik dinamika agama, dinamika sosial, maupun dinamika politik. Sehingga akan berdampak terhadap perpecahan sectarian, Radikalisasi, ketidakstabilan sosial, diskriminasi dan marginalisasi juga memberi pengaruh terhadapa politisi agama yang memanfaatkan isu-isu agama untuk kepentingan politik yang dapat memperkeruh polarisasi dan memperburuk perpecahan antar kelompok Islam, dan dampak-dampak lainnya. Oleh karena itu perlunya dialog intra-agama sebagai media dalam menangani dan mencegah menculnya sikap intoleran dikalangan umat intra-agama.
Turut serta sebagai pembicara dalam kegiatan webinar tersebut cucu dari Maulana Abul Kalam Azad yaitu Ms. Husnara Salim dari India yang juga merupakan Direktur Maulana Azad Fondation for Education and Social Amity (MAFESA). Dalam kesempatannya Ms. Husnara menyampaikan spintas terkait tokoh pemenangan kemerdekaan India, Maulana Azad. Maulana Abul Kalam Azad adalah seorang sarjana muslim India, pemimpin Gerakan kemerdekaan India, dan merupakan sosok yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keberagaman. Maulana Azad percaya bahwa demokrasi adalah system pemerintahan terbaik untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan menjamin keadilan bagi semua. Ia memainkan peran penting dalam Gerakan kemerdekaan India, yang bertujuan untuk mendirikan negara demokrasi yang bebas dari penjajahan Inggris.
Maulana Azad adalah seorang pencinta dan pembela keberagaman. Ia hidup dii negara yang multi-kultural dan multi-religius, ia memahami bahwa keberagaman adalah aset yang berharga bagi masyarakat. Dalam masa hidupnya, Maulana Azad selalu menentang segala bentuk diskriminasi dan intoleransi, dan ia selalu mendorong dialog dan toleransi antar kelompok yang berbeda. Kepercayaannya bahwa keberagaman adalah sumber kekuatan dan dapat menjadi landasan bagi persatuan dan kemajuan bangsa. Harapan dari Ms. Husnara Salim supaya banyak pemuda generasi-generasi baru yang mampu mewaris dan menjadi penerus tekad yang dibawa oleh Maulana Abul Kalam Azad.