Pagi tadi (7 September 2024) Saya mendapatkan kabar duka yang amat mendalam. Seorang Ulama Kharistmatik Aceh telah berpulang ke Ilahi Rabbi. Beliau adalah Ulama Aceh yang sangat diterima oleh setiap kelompok masyarakat di Aceh. Tu Sop adalah panggilan rakyat kepada Beliau. Tentu kepergiannya adalah duka mendalam bagi rakyat Aceh di manapun berada. Saya sangat mengangumi Tu Sop. Beliau sangat dalam ilmu agama dan kuat sekali dalam berargumen di atas jalan kebenaran.
Saya dan Tu Sop memang sangat dekat. Banyak momen yang kami lewati bersama, baik dalam pertemuan publik maupun non-publik. Saya pernah membedah buku beliau pada tahun 2017, dimana saat itu, saya ungkapkan jalur perjuangan Tu Sop hampir mirip dengan Abu Al-A’la al-Maududi dari Pakistan. Kemudian, dalam satu pertemuan, Tu Sop secara pribadi ingin bertemu dengan Saya untuk membicarakan berbagai hal tentang isu nasional.
Tu Sop tidak jarang menelpon dan meminta untuk duduk bersama. Di saat yang lain, Tu Sop juga meminta Saya untuk mengisi sesi kegiatan yang dilaksanakan oleh HUDA. Pernah juga, ketika ada pertemuan di MUDI, Tu Sop mengajak Saya untuk duduk di warung kopi di sekitar Dayah Mudi, untuk membicarakan berbagai hal tentang bagaimana memikirkan Aceh.
Kenangan saya dengan Tu Sop memang tidak akan pernah terlupakan. Pengalaman ini juga saya jalani dengan Waled Marhaban di Bakongan. Keindahan untuk bertemu dengan ulama Aceh memang meninggalkan kesan tersendiri bagi kita yang menjadi murid mereka.
Saya tidak pernah nyantri dengan Tu Sop. Tetapi pemikiran dan garis perjuangan Tu Sop memang impian bagi setiap rakyat Aceh. Tu Sop berkeliling ke seluruh kampung Aceh untuk berdakwah. Kadang dalam satu hari, Tu Sop bisa berpindah-pindah tempat dalam berdakwah. Berbagai rekaman ceramah Tu Sop disebarkan dalam Grup WA yang bernama “Pencinta Tusop Jeunieb.” Saya mengikuti setiap langkah dakwah Tu Sop. Hingga saya berpikir, anda banyak Tu Sop lainnya di Aceh, yang rela berkeliling ke seluruh penjuru Aceh, maka siraman ruhani dan hikmah dari ulama, akan terus bergema di provinsi ini.
Kepergian Tu Sop memang sangat mengejutkan. Beberapa hari sebelum Tu Sop wafat, saya sempat lama memandang foto Tu Sop di Simpang Lamnyong. Saya sempat berbisik pada seseorang, sepertinya Tu Sop kurang sehat dan firasat saya tidak begitu baik, dengan memandang foto beliau.
Saya tidak begitu tahu bagaimana kondisi Tu Sop selama ini. Karena sudah beberapa tahun, saya tidak berjumpa secara langsung dengan Beliau. Namun, firasat saya tentang kesehatan dan kesibukan beliau akhir-akhir ini, memang telah mengganggu pikiran saya.
Dulu ketika ada ajakan untuk terlibat dalam satu agenda besar di Jakarta, saya sempat diminta pendapat secara pribadi oleh Tu Sop. Saya mengatakan bahwa lebih baik Tu Sop memikiran pengembangan dakwah dan ilmu pengetahuan saja. Biarkan urusan di Jakarta diselesaikan oleh orang lain. Tu Sop lebih baik terus membina ummat di Aceh. Saat itu, Tu Sop benar-benar menyimak masukan saya secara empat mata. Saya sangat khawatir dengan kesehatan Beliau.