Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
CommunityEthnography

Touring Dari Banda Aceh ke Kota Langsa

Pada tanggal 22 Juli 2022, saya memacu sepeda motor saya dari Banda Aceh menuju Langsa, untuk menghadiri beberapa agenda. Touring motor kali ini memang bukan touring jarak jauh, melainkan saya akan mengunjungi sahabat dan guru saya di Aceh Timur, lalu menjadi narasumber di Universitas Al-Muslim Matang Geulumpang Dua, serta menjadi pemateri saat saya berada di Takengon untuk acara yang diselenggarakan oleh LLDIKTI XIII, kemudian bertolak ke Gayo Lues menjadi narasumber salah satu program Kesbangpol Provinsi Aceh.

Jadi, total perjalanan saya mencapai 8 hari, mulai dari acara silaturrahmi hingga menjadi pemateri. Dalam artikel ini, saya akan menyajikan pengalaman saya kembali bertemu dengan sahabat lama yaitu alumni Madrasah Ulumul Qur’an dan guru-guru saya di pesantren tersebut, dalam acara pesta anak Ustaz Dr. Sulaiman Ismail. Karena itu, perjalanan selama 8 hari ini memiliki kesan tersendiri bagi saya, setelah 1 semester menunaikan tugas akademik di kampus UIN Ar-Raniry.

Bertemu alumni yang seangkatan adalah hal yang cukup membahagiakan. Sebab kami bisa salih berbagi cerita antara satu sama lain. Berita duka, salah satu kawan kami yang meninggal dunia di Aceh Timur, juga menjadi agenda perjalanan saya kali ini, selain bersilaturrahmi dengan para teman sejawat dan guru. Adapun kawan kami yang meninggal dunia adalah Nurbaimah. Dia mengalami penyakit kanker.

Angkatan kami yang masuk ke MUQ Langsa, memang telah memberikan banyak kabar duka, di mana beberapa kawan kami yang meninggal dunia. Usia mereka masih sangat muda sekali. Namun, Allah memanggil mereka sesuai dengan ajal yang sudah ditakdirkan.

M. Asri dan Rozanna

Dalam perjalanan ini, saya sempat bertemu dengan sobat M. Asri dan istri beserta anaknya yang baru saja sampai di Aceh, setelah lebih 10 hari di perjalanan, dari Banda Aceh menuju Jakarta dan kembali lagi ke Banda Aceh. Saya memberitahukan bahwa perjalanan saya akan menuju ke Kota Langsa. Lantas kami pun berjanji untuk bertemu dengan Matang Geulumpang Dua, dimana seorang karib kami Rozanna telah mengatur pertemuan kami.

Pertemuan selama 2 jam ini lalu membangkitkan beberapa kisah lama kami di pesantren Madrasah Ulumul Qur’an. Rozanna telah memiliki 6 cahaya mata. Asri memiliki 5 permata hati. Akhirnya, kami menyadari bahwa usia kami sudah di atas 40 tahun. Anak-anak kami sudah mulai masuk ke perguruan tinggi. Setelah berbagi cerita, baik yang lama dan baru, saya bergegas menuju kota Langsa.

Setelah saya tancap Nyak Ver, menjelang Magrib akhirnya saya sampai di Kota Langsa. Kembali hari mencari penginapan yang murah meriah, namun bersih dan rapi. Akhirnya, saya pun menginap di salah satu hotel di kota Langsa. Harganya 200 ribu, tetapi tidur di atas kasur.

 

Silaturrahmi dengan Habib Miswari

 

Paginya saya memberitahukan posisi dan agenda pertemuan saya di Aceh Timur. Namun sebelum itu, saya menyempatkan diri untuk bertemu dengan Dr. Habib Miswari Banta Leman, seorang dosen, pedagang kali lima, dan peneliti filsafat dan tasawuf, yang cukup produktif. Kami berjumpa di salah satu warung favoritnya, yaitu Rumoh Kupi (RK).

Habib Miswari memang unik. Dia menulis puluhan buku ketika berada dalam keramaian di warung kopi. Hampir semua pengunjung dan pegawai RK mengenali Habib Miswari. Dia pun bercerita bagaimana perjuangannya menyelesaikan pendidikan doktoralnya selama 3 tahun.

Also Read  Sejarah Awal dari Indonesia ke Indosawit

Inilah bukti keuletan dan kecerdasan Habib  Miswari. Keunikan Habib Miswari adalah dia selalu berjualan pakaian dalam dengan tagline “Barang Baru Harga Lama”. Dia berjualan di setiap hari pasar di Aceh Timur dan Aceh Utara. Sebagai pengkaji Hamzah Fansuri, ini menujukkan bahwa Habib Miswari meninggalkan ego dan statusnya untuk menjalani kehidupan secara sederhana.

Dia pernah mengatakan bahwa, badannya tidak begitu nyaman, kalau belum berjualan pakaian dalam. Dia akan memakai topi khasnya, keluar masuk pasar, dengan suara yang lantang: “Barang Baru Harga Lama.”

Bahkan ketika kuliah S-1 di Universitas Abulyatama, Habib Miswari pernah menjadi pemulung. Sebagai doktor pertama dari kampung halamanya di Tanjung Bridi, Habib Miswari memang benar-benar dikenal sebagai pejuang kehidupan. Dia kuliah dengan perjuangan sendiri. Melalui beasiswa MORA, Habib Miswari menyelesaiakn dalam waktu yang cukup singkat.

 

Kami pun bercengkarama di RK bahwa dia sedang menyelesaikan buku-bukunya. Dia menulis di hape dan laptop sederhana. Habib Miswari juga punya channel YouTube. Rambutnya dibiarkan panjang, seolah-olah kita sedang berhadapan dengan seorang filsuf. Dia mengatakan bahwa hampir semua karya-karya saya sudah dibacanya. Saya berpikir dia hanya bercanda. Namun, dia mengatakan bahwa salah satu buku saya dibacanya saat dia berada di dalam kamar mandi.

Habib ingin mengantas ke acara pesta Ustaz Sulis. Namun saya melihat, Habib sangat sibuk dengan menjaga dua anaknya. Istrinya telah pulang ke Panton Labu hari itu.  Habib memang dikenal sederhana. Saya pun sempat meminta disertasinya untuk saya koleksi. Akhirnya, dengan terpaksa, setelah menjemput anaknya di TK, saya diajak ke rumahnya di salah satu kampung dekat kota Langsa. Habib mengatakan bahwa baru saya yang berhasil berkunjung ke rumahnya.

Also Read  Understanding the Meugang Tradition (Meat Festival) in Aceh

Ditemani oleh Pak Guru Amran

Setelah selesai mengunjungi rumah Habib Miswari, saya pun bergegas minta diantar pulang ke penginapan. Habib bersikeras untuk menemai saya ke tempat pesta. Saya paham, kedua anaknya tidak bisa ditinggal. Akhirnya, begitu sampai di penginapan, seorang karib yaitu Pak Guru Amran memberitahukan bahwa dia akan menemai saya ke tempat pesta Ustaz Sulis.

Pak Guru Amran adalah karib saya, sejak di Madrasah Ulumul Qur’an. Dia menikah dengan seorang alumni PDPK Unsyiah, yang sekarang menjadi pegawai di Pemkot Langsa. Dia telah membangun rumah dan hijrah dari Lhokseumawe ke Kota Langsa, untuk mengabdi sebagai guru pada salah satu sekolah di kota tersebut.Siapapun yang berjumpa dengan Pak Guru Amran akan menyadari betapa dalam isi pikiran Pak Guru ini.

Kami lantas bergegas menuju ke tempat pesta Ustaz Sulis. Dalam perjalanan dia banyak bercerita tentang kisah kehidupannya di Langsa. Hampir semua orang yang saya jumpai di kota ini, selalu mengenal Pak Guru Amran. Dia selalu menemai saya, kalau saya memiliki acara atau singgah di Kota Langsa. Beberapa karib alumni, dari luar kota, jika sampai di Kota Langsa, pasti akan mengabari Pak Guru Amran. Jika tidak ada agenda, maka Pak Guru Amran akan menemai seharian siapapun yang ingin berjumpa dengannya. (Bersambung).

 

Kamaruzzaman Bustamam Ahmad

Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA) has followed his curiosity throughout life, which has carried him into the fields of Sociology of Anthropology of Religion in Southeast Asia, Islamic Studies, Sufism, Cosmology, and Security, Geostrategy, Terrorism, and Geopolitics. KBA is the author of over 30 books and 50 academic and professional journal articles and book chapters. His academic training is in social anthropology at La Trobe University, Islamic Political Science at the University of Malaya, and Islamic Legal Studies at UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. He received many fellowships: Asian Public Intellectual (The Nippon Foundation), IVLP (American Government), Young Muslim Intellectual (Japan Foundation), and Islamic Studies from Within (Rockefeller Foundation). He is based in Banda Aceh and can be reached at ceninnets@yahoo.com.au

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button